chatgpt image 3 jun 2025, 09.56.00

Hukum Pendidikan dalam Jerat Korporatisme

Studi Kasus Sekolah Swasta, UMP, dan Kewajiban Negara atas Pendidikan Gratis

Oleh : Mustafa MY Tiba, S.Pd.I, S.H

Pendahuluan

Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara dan tanggung jawab utama negara. Namun realitasnya, sistem pendidikan nasional hari ini berada dalam ketimpangan struktural yang serius, terutama pada relasi antara negara dan satuan pendidikan swasta. Di tengah keterbatasan jumlah sekolah negeri yang tidak mampu menampung seluruh usia sekolah, sekolah swasta justru menjadi tumpuan utama penyelenggaraan pendidikan dasar hingga menengah.

Sayangnya, peran vital sekolah swasta itu tidak dibarengi dengan perlakuan negara yang setara dan bertanggung jawab. Banyak sekolah swasta dipaksa bertahan sendiri secara ekonomi, bahkan harus mengikuti regulasi ketenagakerjaan seperti kewajiban membayar Upah Minimum Provinsi (UMP), tanpa mendapat subsidi atau bantuan reguler dari negara. Kondisi ini menjerat pendidikan ke dalam logika korporatisme — ketika pendidikan tidak lagi dilihat sebagai hak warga, tetapi sebagai komoditas yang dijual dengan harga tinggi demi menutupi biaya operasional.

Sekolah Swasta dan Beban Struktural

Menurut data Kemendikbudristek, pada tahun 2023 jumlah sekolah negeri di tingkat SD hingga SMA/SMK hanya mencakup sekitar 40% dari total satuan pendidikan yang ada. Artinya, mayoritas anak usia sekolah di Indonesia mengandalkan sekolah swasta. Dalam konteks ini, sekolah swasta bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian dari sistem utama penyelenggaraan pendidikan nasional.

Namun, keberadaan mereka tidak disokong oleh sistem keuangan negara secara memadai. Sebagian besar sekolah swasta menanggung beban:

  • Pembiayaan gaji guru dan tenaga kependidikan sesuai UMP
  • Biaya operasional, perawatan fasilitas, hingga kurikulum
  • Ketiadaan subsidi rutin dari APBN/APBD
  • Ketidakpastian status hukum dalam berbagai program negara

Kondisi ini mendorong sekolah-sekolah swasta menaikkan biaya pendidikan, yang pada akhirnya membebani orang tua siswa dan menciptakan kesenjangan pendidikan.

Regulasi yang Berlaku: Antara Ideal dan Realitas

1. UUD 1945

Pasal 31 UUD 1945:

  • Ayat (1): “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
  • Ayat (2): “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”
  • Ayat (4): “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.”

Konstitusi secara tegas menyebut kewajiban negara dalam membiayai pendidikan dasar. Namun dalam praktik, pembiayaan hanya diberikan kepada sekolah negeri.

2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 11 ayat (1):

“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”

Pasal 34 ayat (2):

“Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”

Namun faktanya, jaminan pendidikan gratis ini hanya berlaku di atas kertas bagi peserta didik di sekolah negeri.

3. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 19/PUU-XVIII/2020

Putusan ini merupakan tonggak penting. MK menyatakan bahwa:

“Negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjamin pendidikan dasar yang gratis, termasuk jika dilakukan oleh satuan pendidikan swasta, khususnya bagi peserta didik warga negara Indonesia.”

Putusan ini menegaskan bahwa pendidikan dasar adalah tanggung jawab negara, tak peduli siapa penyelenggaranya — negeri maupun swasta. Namun hingga kini, belum ada regulasi teknis dari pemerintah (Kemendikbudristek maupun Kemenkeu) yang mewujudkan amanat konstitusional ini dalam bentuk bantuan atau pembiayaan rutin kepada sekolah swasta.

4. Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah

Pasal 10 ayat (1) menyebut:

Komite Sekolah baik di sekolah negeri maupun swasta dapat menghimpun dana partisipasi masyarakat.

Namun aturan ini membuka celah komersialisasi pendidikan di sekolah swasta, yang terpaksa menghimpun dana besar karena tidak mendapatkan subsidi negara.

5. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasal 90:

Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

Ketentuan ini berlaku pula bagi yayasan penyelenggara pendidikan, termasuk sekolah swasta, sehingga mereka diwajibkan menggaji guru sesuai UMP, tanpa dukungan negara. Ini menimbulkan dilema: menaikkan biaya pendidikan, atau melanggar hukum ketenagakerjaan.

Korban: Guru, Siswa, dan Hak Pendidikan

Akibat tekanan struktural ini, terjadi:

  • Eksploitasi guru honorer swasta dengan upah di bawah UMP demi menekan biaya
  • Peningkatan biaya masuk dan SPP untuk menutup operasional
  • Diskriminasi akses pendidikan, karena hanya anak dari keluarga mampu yang bisa bersekolah

Ironisnya, sekolah swasta yang membantu negara justru dikorbankan oleh kebijakan negara yang tak hadir.

Urgensi Regulasi Teknis Pasca-Putusan MK

Putusan MK bersifat final dan mengikat. Negara tidak bisa mengabaikannya. Maka, harus segera dibentuk:

  1. Peraturan Presiden atau PP yang mengatur:
    • Skema subsidi operasional sekolah swasta penyelenggara pendidikan dasar
    • Kriteria penerima: minimal 60% siswa berasal dari keluarga tidak mampu
    • Bentuk bantuan: BOS reguler, dana khusus honorarium guru, insentif UMP
  2. Perubahan dalam postur APBN/APBD
    • 20% anggaran pendidikan harus mencakup sekolah swasta
    • Tidak boleh lagi eksklusif untuk sekolah negeri
  3. Kebijakan afirmatif dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK)
    • Untuk daerah dengan minim sekolah negeri
    • Untuk sekolah swasta di wilayah tertinggal

Kesimpulan: Negara Harus Hadir, Sekarang Juga

Sudah saatnya negara mengakui secara hukum dan kebijakan bahwa sekolah swasta bukan entitas bisnis yang berdiri sendiri, tetapi bagian dari sistem pendidikan nasional yang menyelamatkan jutaan anak dari putus sekolah.

Putusan Mahkamah Konstitusi sudah memberi dasar hukum. Yang dibutuhkan sekarang adalah langkah nyata negara: regulasi teknis, alokasi anggaran, dan keberpihakan kepada rakyat dalam wujud pendidikan gratis — termasuk di sekolah swasta.


Referensi

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  • UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  • Putusan MK No. 19/PUU-XVIII/2020
  • Permendikbud No. 75 Tahun 2016
  • Data Kemendikbudristek (2023)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top