tindak dan niat dalam hukum

Actus Reus dan Mens Rea: Unsur-Unsur Penting dalam Tindak Pidana

Dalam hukum pidana, dua unsur penting yang menjadi syarat terjadinya suatu tindak pidana adalah actus reus (perbuatan lahiriah) dan mens rea (niat atau sikap batin pelaku). Tanpa adanya dua unsur ini, seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman pidana.

Apa Itu Mens Rea?

Menurut ahli hukum pidana Sudarto, mens rea merupakan keadaan psikologis pelaku pada saat melakukan tindak pidana. Keadaan ini menjadi landasan untuk menentukan apakah seseorang patut dimintai pertanggungjawaban secara pidana.

Pandangan lain disampaikan oleh E. Utrecht, yang menyebut mens rea sebagai sikap batin pelaku dalam melakukan kejahatan. Artinya, tindak pidana bukan sekadar soal perbuatan, melainkan juga soal niat, kehendak, atau kesadaran yang mendasari perbuatan tersebut.

Keterkaitan Actus Reus dan Mens Rea

Untuk mengkualifikasikan suatu perbuatan sebagai tindak pidana, unsur niat (mens rea) harus terjadi bersamaan dengan perbuatan fisik (actus reus). Dengan kata lain, seseorang tidak bisa dipidana hanya karena memiliki niat jahat, tanpa adanya tindakan nyata yang melanggar hukum.

Keseimbangan antara unsur lahiriah dan batiniah ini ditegaskan dalam beberapa regulasi, antara lain:

  • Pasal 53 ayat (1) KUHP lama, menyatakan bahwa percobaan melakukan kejahatan dipidana jika terdapat niat yang nyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan kegagalan pelaksanaan tersebut bukan disebabkan oleh kehendak pelaku sendiri.
  • Pasal 17 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru (yang mulai berlaku tahun 2026), menyebutkan bahwa percobaan tindak pidana terjadi ketika niat pelaku terbukti dari permulaan pelaksanaan, namun tidak selesai karena hal yang tidak berasal dari kehendak pelaku.

Dengan demikian, kedua pasal ini menegaskan bahwa niat saja tidak cukup; harus ada tindakan yang mulai dilaksanakan sebagai bukti adanya kehendak jahat.

Contoh Penerapan Mens Rea

Sebagai ilustrasi, bayangkan seseorang meminjamkan sepeda motornya kepada orang lain. Ternyata, motor itu digunakan untuk melakukan pencurian dengan kekerasan (begal). Dalam kasus seperti ini, pemilik motor bisa saja diduga turut membantu kejahatan, sesuai:

  • Pasal 56 KUHP
  • Pasal 21 UU 1/2023

Namun, untuk menetapkan keterlibatan pidana, jaksa harus membuktikan niat atau pengetahuan si pemilik motor saat meminjamkannya—apakah ia memang mengetahui dan merestui tindak pidana tersebut atau tidak.

Yurisprudensi: Mens Rea dalam Kasus Perdata dan Pidana

Pentingnya niat juga tercermin dalam sejumlah yurisprudensi Mahkamah Agung. Salah satunya:

  • Putusan No. 366K/Pid/2016, yang menegaskan bahwa pelanggaran dalam perjanjian (wanprestasi) tidak serta-merta menjadi tindak pidana penipuan, kecuali perjanjian tersebut dibuat dengan niat jahat untuk merugikan pihak lain.

Dengan kata lain, itikad buruk atau niat jahat sejak awal bisa mengubah peristiwa hukum perdata menjadi ranah pidana.


Kesimpulan

Dalam konteks hukum pidana Indonesia, mens rea dan actus reus adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Kejahatan tidak hanya diukur dari perbuatannya, tetapi juga dari niat dan sikap batin pelaku saat melakukan perbuatan tersebut.

Untuk itu, pembuktian unsur mens rea menjadi sangat krusial dalam proses penegakan hukum, karena menjadi pembeda antara perbuatan pidana dan perbuatan biasa, atau antara pelanggaran perdata dan tindak pidana.


Referensi:

  1. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana
  2. Utrecht dalam jurnal “Melacak Mens Rea dalam Penyebaran Berita Bohong melalui WhatsApp Group”
  3. Pasal 53 KUHP, Pasal 17 UU 1/2023
  4. Putusan MA No. 366K/Pid/2016 dan No. 4/Yur/Pid/2018

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top