Hukum adalah ilmu tentang apa yang dianggap baik, adil, dan wajib ditaati dalam kehidupan bersama. Hukum bukan sekadar kumpulan aturan, tetapi fondasi moral dan sosial yang memastikan manusia hidup dalam tatanan, bukan kekacauan.
Dalam tradisi filsafat hukum, hukum bersifat abadi (eternal), mengikat setiap manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat bahkan bangsa. Karena itu, hukum tidak berpindah-pindah dan tidak mati: sepanjang manusia hidup dalam kelompok sosial, hukum akan selalu hadir mengatur hubungan mereka.
Ubi Societas, Ibi Ius: Di Mana Ada Masyarakat, Di Situ Ada Hukum
Prinsip klasik hukum menyatakan:
Ubi societas, ibi ius
Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum.
Postulat ini menegaskan bahwa keberadaan hukum adalah konsekuensi logis dari kehidupan sosial. Tanpa hukum, yang berlaku adalah hukum rimba: yang kuat menindas yang lemah.
Hukum hadir untuk:
- menjaga ketertiban,
- melindungi hak asasi manusia,
- menegakkan keadilan,
- dan membatasi kekuasaan.
Hukum sebagai Penjinak Kekuasaan
Kekuasaan tanpa kontrol melahirkan tirani. Karena itu, salah satu fungsi utama hukum adalah menjinakkan kekuasaan telanjang.
Ada adagium penting:
Potestas sequitur iustitiam, non e contra
Kekuasaan mengikuti hukum/keadilan, bukan sebaliknya.
Artinya, penguasa tunduk pada hukum, bukan hukum tunduk pada penguasa.
Dalam negara hukum, berlaku asas:
Potestas est propter bonum publicum
Kekuasaan diberikan untuk kebaikan publik.
Dan:
Cui debet potestas, iustitiam non tyrannidem
Kekuasaan wajib mengikuti keadilan, bukan kezaliman.
Karena itu, hukum dibuat sebagai pagar kekuasaan. Sebagaimana kaidah:
Inde datae leges ne fortior omnia posset
Hukum dibuat agar mereka yang berkuasa tidak dapat berbuat sewenang-wenang.
baca juga : Hukum sebagai alat kekuasaan
Landasan Konstitusional dalam Sistem Hukum Indonesia
Konstitusi Indonesia menegaskan bahwa negara tunduk pada hukum:
✅ Pasal 1 ayat (3) UUD 1945
“Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Ini berarti:
- Pemerintah wajib bertindak sesuai hukum
- Kekuasaan tidak boleh sewenang-wenang
- Hak warga negara harus dilindungi
✅ Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum…”
✅ Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil…”
Dalil Islam tentang Keadilan dan Kekuasaan
Prinsip ini juga sejalan dengan syariat Islam yang sangat menekankan keadilan sebagai inti hukum.
✅ QS. An-Nisa: 58
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak, dan apabila menetapkan hukum… berlaku adillah.”
✅ Tafsir QS. An-Nisa: 58 — Keadilan Tanpa Pilih Kasih
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia maka hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.”
(QS. An-Nisa: 58)
Ayat ini adalah fondasi hukum dan pemerintahan dalam Islam. Ia memuat dua prinsip utama:
1. Amanah dalam Kekuasaan
Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini mencakup setiap bentuk amanah:
- jabatan dan kekuasaan,
- penegakan hukum,
- harta yang dititipkan,
- kepercayaan publik,
- bahkan rahasia sesama manusia.
👉 Pejabat dan pemimpin wajib menjalankan amanah demi kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seorang pemimpin yang menipu rakyatnya, kecuali ia akan diharamkan masuk surga.”
(HR. Ahmad)
2. Keadilan dalam Memutus Perkara
Tafsir Al-Qurthubi menegaskan bahwa keadilan wajib ditegakkan meski terhadap orang dekat atau musuh.
Keadilan menurut ayat ini bersifat:
- universal — berlaku untuk semua manusia, bukan hanya kaum muslimin;
- tanpa diskriminasi — tidak boleh memihak karena kedudukan, status, atau kekayaan;
- berdasarkan kebenaran — bukan mengikuti hawa nafsu atau tekanan kekuasaan.
Imam Al-Ghazali menyatakan:
“Keadilan adalah pondasi tegaknya sebuah negara; bila keadilan hilang, maka tunggulah kehancurannya.”
🛑 Relevansi dengan Negara Hukum Modern
Ayat ini selaras dengan konsep rule of law dan good governance:
- jabatan = amanah publik
- hukum = harus fair & objektif
- pemimpin = pelayan rakyat, bukan penguasa absolut
Sejalan dengan:
- Pasal 1(3) UUD 1945 — Indonesia negara hukum
- Pasal 28D(1) UUD 1945 — hak atas keadilan & kepastian hukum
- UU 30/2014 — larangan penyalahgunaan kewenangan
Islam dan konstitusi sama-sama menekankan:
kekuasaan tidak boleh digunakan sewenang-wenang.
📌 Kesimpulan Tafsir
QS. An-Nisa: 58 adalah prinsip universal hukum:
| Nilai Islam | Nilai Hukum Modern |
| Amanah | Good governance |
| Adil | Rule of law |
| Tidak pilih kasih | Equality before the law |
| Tegakkan kebenaran | Constitutional justice |
Kekuasaan adalah titipan, hukum adalah pedoman, dan keadilan adalah tujuan.
✅ QS. Al-Maidah: 8
“…Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
✅ Tafsir Lengkap QS. Al-Mā’idah: 8 — Prinsip Keadilan Tanpa Bias
“Wahai orang-orang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…”
(QS. Al-Mā’idah: 8)
📌 Makna Utama Ayat
Ayat ini adalah deklarasi etika hukum paling tegas dalam Islam:
Keadilan harus berdiri di atas kebencian, sentimen, dan konflik.
🕌 Penjelasan Ulama
Tafsir Ibn Katsir
Allah memerintahkan kaum Muslimin berlaku adil bahkan terhadap musuh yang dibenci. Keadilan berlaku untuk semua manusia tanpa diskriminasi.
Tafsir Al-Qurthubi
Ayat ini melarang tiga hal dalam penegakan hukum:
- nepotisme (pilih kasih karena kedekatan)
- diskriminasi karena kebencian atau agama
- penyalahgunaan hukum demi dendam atau kepentingan pribadi
Imam Ar-Razi – Mafatih al-Ghaib
Ayat ini adalah prinsip imparsialitas yudisial (judicial impartiality).
Hakim & pemegang kekuasaan tidak boleh mengubah nilai hukum karena cinta atau benci, tekanan, atau kepentingan politik.
Ibn Asyur
Keadilan dalam ayat ini mencakup:
- keadilan hukum
- keadilan sosial
- keadilan politik
- keadilan dalam informasi dan kesaksian publik
Artinya, ayat ini bukan hanya untuk hakim, tapi untuk seluruh sistem negara.
🧠 Dimensi Filosofis dan Keadilan Konstitusional
Ayat ini menegaskan bahwa:
- hukum harus objektif
- tidak boleh tunduk pada emosi, tekanan politik, atau sentimen massa
- keadilan adalah ibadah dan fondasi ketakwaan negara
Keadilan → Takwa → Keberkahan Negara
Ini selaras dengan prinsip modern:
| Qur’an | Negara Hukum Modern |
| Jangan karena benci berlaku zalim | Due process & equality |
| Kesaksian harus objektif | Neutrality & impartiality |
| Keadilan = ketakwaan | Moral basis of Rule of Law |
🏛️ Korelasi dengan Sistem Hukum Indonesia
Landasan konstitusional yang selaras:
- Pasal 1(3) UUD 1945 → Indonesia negara hukum
- Pasal 27(1) → kesetaraan di depan hukum
- Pasal 28D(1) → jaminan keadilan & kepastian hukum
- UU 48/2009 Pasal 2 → peradilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
- Prinsip peradilan independen & imparsial (judicial independence)
Dengan demikian, Islam dan konstitusi Indonesia bertemu dalam prinsip besar:
Kekuasaan harus tunduk kepada keadilan, bukan sebaliknya.
✨ Narasi Integratif untuk Artikel
Berikut paragraf integratif siap tempel ke artikel:
QS. Al-Mā’idah:8 memperkuat bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa bias, tanpa pengaruh kebencian, tanpa tekanan politik, dan tanpa preferensi pribadi. Para mufasir, seperti Ibn Katsir, Al-Qurthubi, dan Ar-Razi, menegaskan bahwa ayat ini menuntut judicial impartiality — netralitas hakim dan pejabat publik. Islam memerintahkan keadilan bahkan kepada pihak yang dibenci, menetapkan bahwa keadilan adalah bentuk ketakwaan dan syarat keberkahan negara. Prinsip ini sejalan dengan Pasal 1(3), Pasal 27(1), dan Pasal 28D(1) UUD 1945 serta UU 48/2009, menjadikan keadilan bukan hanya norma hukum, tetapi juga perintah iman dan amanah negara hukum.
✅ Hadis Nabi SAW
“Pemimpin adalah pelayan rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Hukum Positif Sebagai Kendali Kekuasaan
✅ Pasal 2 UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Pemerintahan harus berlandaskan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
✅ Pasal 17 UU No. 30/2014
Melarang pejabat bertindak sewenang-wenang (abuse of power).
✅ UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Peradilan dilakukan “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Kesimpulan
Hukum bukan instrumen kekuasaan; kekuasaan adalah instrumen hukum dan keadilan. Hukum hadir untuk:
- Menjaga ketertiban
- Melindungi hak manusia
- Membatasi tirani
- Menegakkan keadilan
Di mana ada manusia hidup bersama, hukum adalah keniscayaan, bukan pilihan.
Hukum adalah penjaga moral publik dan benteng terakhir rakyat dari penyalahgunaan kekuasaan.
Referensi
Kitab Suci & Dalil
- Al-Qur’an: QS. An-Nisa: 58; QS. Al-Maidah: 8
- Hadis riwayat Bukhari & Muslim tentang amanah pemimpin
- · Tafsir Ibn Katsir
- · Tafsir Al-Qurthubi
- · Mafatih al-Ghaib – Fakhruddin Ar-Razi
- · Ibn Asyur – Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir
Peraturan Perundang-Undangan
- UUD 1945 Pasal 1(3), 27(1), 28D(1)
- UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan
- UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Literatur Hukum
- Mahfud MD — Politik Hukum di Indonesia
- Satjipto Rahardjo — Hukum Progresif
- Hans Kelsen — General Theory of Law and State



