Kesengajaan (Opzet) dan Kelalaian (Culpa) dalam Hukum Pidana Indonesia:

Kesengajaan (Opzet) dan Kelalaian (Culpa) dalam Hukum Pidana Indonesia

Oleh ; Mustafa MY Tiba, S.H. praktisi dan konsultan hukum dari kantor hukum MUSTAFA MY TIBA & PARTNERS

Pendahuluan

Dalam hukum pidana, kesalahan menjadi unsur utama yang menentukan apakah seseorang dapat dipidana atau tidak. Kesalahan ini dapat berupa kesengajaan (opzet) maupun kelalaian (culpa). Meskipun terdengar sederhana, perbedaan keduanya memiliki dampak besar terhadap jenis tindak pidana, ancaman hukuman, serta pertanggungjawaban pelaku di hadapan hukum.

Tulisan ini akan membahas secara mendalam mengenai konsep kesengajaan dan kelalaian menurut KUHP lama dan KUHP baru (UU 1/2023), pandangan ahli hukum pidana, serta penerapan dalam putusan pengadilan.


Kesengajaan (Opzet) dalam Hukum Pidana

Perbandingan KUHP Lama dan UU 1/2023

  1. Pasal 340 KUHP dan Pasal 459 UU 1/2023 sama-sama mengatur tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati, seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun.
  2. Pasal 355 ayat (1) KUHP dan Pasal 469 ayat (1) UU 1/2023 mengatur tentang penganiayaan berat dengan rencana lebih dahulu, dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun.

Perbedaan redaksi tidak mengubah substansi: kesengajaan yang disertai perencanaan tetap menjadi bentuk kesalahan paling berat dalam hukum pidana.


Jenis-Jenis Kesengajaan (Opzet)

Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, kesengajaan terbagi menjadi tiga jenis:

1. Kesengajaan yang Bersifat Tujuan (opzet als oogmerk)

Pelaku benar-benar menghendaki akibat yang menjadi inti tindak pidana.

  • Contoh teori:
    • Teori kehendak: akibat memang dikehendaki.
    • Teori bayangan: pelaku sadar akibat pasti terjadi dan menyesuaikan perbuatannya.
  • Yurisprudensi: Putusan PN Tebing Tinggi No. 593/Pid.B/2014/PN.TBT, di mana terdakwa bersama-sama melakukan kekerasan di muka umum.

2. Kesengajaan dengan Keinsafan Kepastian (opzet bij zekerheids-bewustzijn)

Pelaku tidak bertujuan langsung menimbulkan akibat, tetapi yakin akibat tersebut pasti terjadi dari tindakannya.

  • Contoh kasus: Putusan PN Garut No. 158/Pid.B/2014/PN.Grt, di mana terdakwa melakukan pemukulan karena emosi, meskipun sadar akibatnya pasti menimbulkan rasa sakit atau luka.

3. Kesengajaan dengan Keinsafan Kemungkinan (opzet bij mogelijkheids-bewustzijn)

Pelaku hanya membayangkan kemungkinan terjadinya akibat, bukan kepastian. Namun, jika akibat itu benar-benar terjadi, maka ia tetap bertanggung jawab.

  • Dalam doktrin, kesengajaan ini menjadi jembatan tipis antara opzet dan culpa.

Kelalaian (Culpa) dalam Hukum Pidana

Berbeda dengan kesengajaan, kelalaian terjadi karena kurang hati-hati atau lalai, sehingga akibat yang tidak diinginkan justru terjadi.

Dasar Hukum

  1. Pasal 359 KUHP: kelalaian yang menyebabkan orang lain mati, pidana penjara maksimal 5 tahun.
  2. Pasal 474 ayat (3) UU 1/2023: ancaman pidana yang sama, ditambah opsi denda hingga Rp500 juta.

Pandangan Ahli

  • Wirjono Prodjodikoro: culpa berarti kesalahan pada umumnya, namun lebih ringan dari kesengajaan.
  • Andi Hamzah (mengutip Remmelink): kelalaian adalah ketika seseorang tidak menggunakan kemampuan yang seharusnya digunakan.
  • Van Hamel: culpa terbagi menjadi
    1. kurang memperhitungkan akibat (kurang melihat ke depan),
    2. kurang berhati-hati (kurang hati-hati yang perlu).

Contoh Yurisprudensi


Perbedaan Kesengajaan (Opzet) dan Kelalaian (Culpa)

Aspek Kesengajaan (Opzet) Kelalaian (Culpa)
Unsur psikologis Pelaku menghendaki atau mengetahui akibat Pelaku tidak menghendaki, akibat terjadi karena lalai
Derajat kesalahan Berat Lebih ringan
Contoh pasal Pasal 340 KUHP / Pasal 459 UU 1/2023 Pasal 359 KUHP / Pasal 474 ayat (3) UU 1/2023
Contoh kasus Pembunuhan berencana Kecelakaan lalu lintas

Kesimpulan

Kesengajaan dan kelalaian merupakan dua bentuk kesalahan utama dalam hukum pidana Indonesia.

  • Kesengajaan (opzet): pelaku sadar dan menghendaki akibat, atau minimal membayangkan kepastian/kemungkinan akibat.
  • Kelalaian (culpa): akibat terjadi karena pelaku tidak hati-hati, meskipun tidak dikehendaki.

Dengan memahami perbedaan ini, masyarakat dapat lebih bijak dalam melihat suatu tindak pidana, apakah benar dilakukan dengan niat jahat atau hanya karena kelalaian. Perbedaan ini juga menentukan berat ringannya hukuman yang dijatuhkan pengadilan.


Dasar Hukum dan Referensi

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP
  • Putusan PN Tebing Tinggi No. 593/Pid.B/2014/PN.TBT
  • Putusan PN Garut No. 158/Pid.B/2014/PN.Grt
  • Putusan PN Kayuagung No. 251/Pid.Sus/2018/PN Kag
  • Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003
  • Andi Hamzah, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2017

Social Share

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top