tantangan hukum dan keuangan direktur bank

Kredit Macet dan Kriminalisasi Pejabat Bank: Tinjauan Hukum atas Kasus Mantan Direktur Bank BUMN

Oleh: Mustafa MY Tiba, S.Pd.I, S.H, CPM, CPArb

Pendahuluan

Kredit macet adalah risiko inheren dalam dunia perbankan. Namun, dalam beberapa kasus, penyidik menjadikan pejabat bank sebagai tersangka pidana atas dasar kredit yang gagal bayar, meskipun proses kredit telah dilakukan sesuai prosedur. Hal ini menjadi ancaman terhadap independensi dunia perbankan dan berpotensi mengkriminalisasi tindakan bisnis yang sebenarnya sah.

Salah satu kasus yang terjadi saat ini menimpa seorang mantan Direktur Bank BUMN. Dalam kasus ini, penyidik menetapkannya sebagai tersangka karena telah memberikan pembiayaan kepada seorang nasabah yang kemudian gagal membayar akibat tidak dibayarnya tagihan oleh pihak BUMN lain yang menjadi end-user dari proyek tersebut.

Kronologi Singkat

  • Nasabah adalah direktur sebuah perusahaan distributor alat penting di bandara.
  • Nasabah mendapatkan pesanan dari salah satu perusahaan BUMN.
  • Untuk memenuhi pesanan, nasabah mengajukan pembiayaan modal kerja ke Bank BUMN.
  • Bank menyetujui pembiayaan tersebut setelah melalui SOP dan kajian risiko yang berlaku.
  • Alat telah dipasang, tetapi perusahaan BUMN pemesan tidak membayar tagihannya.
  • Nasabah gagal melunasi kredit → terjadilah kredit macet.
  • Aparat Kepolisian melakukan penyelidikan → mantan direktur bank ditetapkan sebagai tersangka.
  • Audit BPKP menyatakan proses pembiayaan tidak bermasalah dan sesuai prosedur.
  • Tidak ditemukan niat jahat, gratifikasi, atau konflik kepentingan.

Duduk Perkara: Apakah Layak Dijadikan Tersangka?

1. Apakah Ada Unsur Pidana?
Dalam konteks hukum pidana, seseorang dapat dipidana jika ada dua unsur utama:

  • Actus Reus (perbuatan melawan hukum)
  • Mens Rea (niat jahat atau culpa/kesengajaan)

Jika prosedur kredit telah dilakukan sesuai ketentuan internal dan regulasi perbankan (SOP, risk assessment, KYC, dan lainnya), serta tidak ditemukan niat jahat atau keuntungan pribadi, maka perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur pidana.

2. Prinsip Business Judgment Rule
Dalam hukum korporasi dan keuangan, dikenal prinsip Business Judgment Rule — bahwa pengambilan keputusan bisnis tidak dapat dipidana apabila dilakukan dengan itikad baik, tanpa konflik kepentingan, dan berdasarkan informasi yang memadai.

3. Penegakan Hukum yang Tergesa-gesa
Penetapan tersangka yang tidak mempertimbangkan hasil audit BPKP dan tidak ditemukan mens rea, dapat dianggap prematur dan berpotensi melanggar hak asasi klien Anda. Hal ini melanggar asas due process of law dan equality before the law.

Regulasi Terkait

1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

  • Pasal 2 UU Tipikor (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001):
    Mengatur tentang perbuatan yang merugikan keuangan negara. → Namun unsur utama dalam pasal ini adalah kerugian negara, perbuatan melawan hukum, dan niat jahat. Jika BPKP menyatakan tidak ada kerugian dan tidak ada pelanggaran SOP, maka unsur ini tidak terpenuhi.
  • Pasal 3 UU Tipikor:
    Penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain. Jika tidak ada keuntungan yang diperoleh oleh pejabat bank, pasal ini pun tidak dapat dikenakan.

2. UU Perbankan (UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992)

  • Pasal 49 ayat (2) huruf b:
    “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau pegawai bank dilarang memberikan kredit kepada debitur dengan cara yang menyimpang dari prosedur bank.” → Namun jika audit menyatakan tidak ada penyimpangan prosedur, pasal ini tidak dapat dikenakan.

Putusan Relevan dan Yurisprudensi

Beberapa putusan Mahkamah Agung telah menegaskan bahwa pejabat bank tidak bisa dipidana jika tidak ada niat jahat atau penyimpangan prosedur:

  • Putusan MA No. 912 K/Pid.Sus/2012:
    “Bankir yang bekerja sesuai SOP dan tidak ada conflict of interest tidak dapat dipidana hanya karena kreditnya macet.”
  • Putusan MA No. 2985 K/Pid.Sus/2011:
    “Kredit macet adalah risiko bisnis, bukan kejahatan jika tidak ada fraud.”

Langkah Hukum yang Bisa Ditempuh

1. Pra-Peradilan (Pasal 77 KUHAP)

  • Diajukan jika penetapan tersangka dianggap tidak sah, cacat formil atau tanpa bukti permulaan yang cukup.
  • Didukung dengan hasil audit BPKP, dokumen SOP, dan bukti tidak adanya konflik kepentingan.

2. Pengaduan ke Propam/Mabes Polri

  • Jika terdapat indikasi penyidik bertindak sewenang-wenang, bisa dilaporkan sebagai pelanggaran etik atau profesional.

3. Upaya Judicial Review/Pembelaan di Pengadilan

  • Dalam proses persidangan nantinya, dapat dibuktikan bahwa tidak ada niat jahat dan prosedur telah dijalankan dengan baik.

4. Dukungan Regulator (OJK/BI)

  • Dapat dikomunikasikan untuk memberikan opini bahwa kasus ini adalah business risk yang tidak layak dipidanakan.

Penutup

Kasus ini adalah contoh nyata betapa pentingnya memahami batas antara risiko bisnis dan tindak pidana. Kriminalisasi terhadap pejabat bank yang bekerja berdasarkan SOP dapat menciptakan chilling effect di sektor keuangan dan menghambat penyaluran pembiayaan, khususnya ke sektor produktif.

Klien Anda memiliki peluang kuat untuk membela diri secara hukum, karena sudah ada audit resmi dari BPKP yang menyatakan proses pembiayaan tersebut tidak bermasalah. Upaya pra-peradilan dan penggalangan opini hukum publik menjadi penting untuk mendorong penegakan hukum yang objektif dan adil.

Semoga bermanfaat

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top